Menyusul keberhasilan Charcoal For Children edisi pertama di tahun 2016/2017, CCG dan LagiLagi, bersama dengan tiga performing artists ternama dari tiga kota berbeda (Papermoon Puppet dari Yogyakarta, Kawamura Koheisai dari Tokyo, dan Monez & Ninus dari Bali) akan kembali dengan pementasan orisinil yang akan diadakan dalam dua sesi di akhir pekan (2-4 Februari dan 23-25 Februari 2018) di CushCush Gallery (CCG), Jalan Teuku Umar Gang Rajawali No.1A, Denpasar, Bali. Jadwalnya adalah sebagai berikut: • 2 Febuary Pementasan perdana "The Wild World of Siwa & Malini" oleh Papermoon Puppet dan "Sang Kala" oleh Monez & Ninus. • 3 Februari Pementasan reguler "The Wild World of Siwa & Malini" oleh Papermoon Puppet dan "Sang Kala" oleh Monez & Ninus. • 4 Februari Pementasan reguler "The Wild World of Siwa & Malini" oleh Papermoon Puppet. • 23 Februari Pementasan perdana "Monyet Nichioka Mencari Pulau Baru" oleh Kawamura Koheisai dan pertunjukan reguler "Sang Kala" oleh Monez & Ninus. • 24 Februari Pementasan reguler "Monyet Nichioka Mencari Pulau Baru" oleh Kawamura Koheisai dan "Sang Kala" oleh Monez & Ninus. • 25 Februari: Pementasan reguler "Monyet Nichioka Mencari Pulau Baru" oleh Kawamura Koheisai. Tiket dijual seharga Rp 500 ribu (termasuk minuman) untuk pementasan perdana dan Rp 100 ribu untuk pementasan reguler, dengan kursi terbatas 50 saja untuk meningkatkan pengalaman menonton yang lebih intimate dan memuaskan. 50% dari hasil penjualan ticket akan di salurkan untuk men-support kreatif program Charcoal For Children mendatang. Semua pementasan tersebut merupakan hasil lokakarya Charcoal For Children tahun 2017/2018. Diadakan dengan tema 'PlayPlay', edisi kedua ini menyelenggarakan tiga lokakarya dalam rentang bulan September sampai November 2017, yang dilakukan oleh para seniman pertunjukan tersebut di atas. Setiap lokakarya menggunakan metode kreativitas yang berbeda. Papermoon Puppet mengajak anak-anak untuk bercerita tentang pepohonan dengan cara yang berbeda dengan meminta mereka membuat pohon dan boneka dengan menggunakan arang gambar, tinta arang, limbah kayu, dan koran bekas. Dengan Kohey, anak-anak belajar lebih banyak tentang seni bermain bayangan dan membuat wayang kulit, menggunakan kardus, cat dan arang. Monez & Ninuz menggunakan musik untuk mengajak anak-anak bereksperimen, menggerakkan tubuh mereka ke alunan musik sambil memegang arang di kedua tangan, mencoretkannya di sepanjang kertas putih untuk menggambar bebas. 'LagiLagi' adalah sebuah social inisiatif yang dimulai oleh CushCush, sebuah studio desainer dan workshop di Bali yang specialize di desain dan pembuatan furniture, aksesories dan karya seni kontemporer. LagiLagi dimaksudkan untuk membawa kesadaran lingkungan dan misi sosial dari CushCush untuk meneruskan kebaikan desain dan kreativitas kepada generasi penerus, mulai dari usia dini. CushCush Gallery (CCG) di conceive sebagai platform untuk kolaborasi kreatif dalam seni kontemporer + desain. CCG adalah galeri alternatif yang mencakup interaksi dan merayakan kreativitas multi-disiplin melalui eksplorasi persimpangan seni, desain, materialitas, teknik dan kerajinan. Ketika LagiLagi berhasil mengolah potongan sisa-sisa kayu kecil menjadi arang gambar, menjadi jelas bahwa arang gambar yang di up-cycle LagiLagi berpotensi untuk menjadi media untuk mewujudkan misi LagiLagi dalam mendorong kreatifitas anak-anak. Sejalan dengan visi CCG dan sebagai cara untuk memberikan kembali kepada masyarakat, CCG sangat senang berkolaborasi dengan LagiLagi dan memprakarsai program kreatif Charcoal For Children. Informasi lebih lanjut tentang CushCush Gallery, LagiLagi dan kreatif program Charcoal For Children (CFC): Email : [email protected] / [email protected] Telepon : +62 361 242034 / +62 818 05542430 (Sagung) / +62 812 89152130 (Merlins) Facebook : CushCush Gallery / LagiLagi Instagram : cushcushgallery / lagilagi_bali
0 Comments
Hibah seni dan budaya pendanaan untuk perempuan pelaku kebudayaan di segala bidang seni, Cipta Media Ekspresi, dibuka untuk publik hari ini 8 Januari 2018 dan akan disalurkan oleh Wikimedia Indonesia. Penerima hibah ditentukan oleh delapan juri perempuan independen, yaitu Aleta Baun (aktivis lingkungan dan politisi), Andy Yentriyani (aktivis perempuan dan keberagaman), Cecil Mariani (perancang grafis dan pelaku koperasi), Heidi Arbuckle (penggagas hibah Cipta media dan peneliti sejarah senirupa), Intan Paramaditha (penulis fiksi dan pelaku kajian media), Lisabona Rahman (Ketua Juri, pelaku arsip dan pendataan sejarah film), Naomi Srikandi (aktor/sutradara teater dan pegiat jaringan antara seniman dengan aktivis), Nyak Ina Raseuki (pesuara dan etnomusikolog).
Lisabona Rahman sebagai Ketua Juri Cipta Media Ekspresi menyatakan bahwa dalam sejarah seni dan kebudayaan di Indonesia sedikit sekali jumlah perempuan yang diakui sebagai pemikir kebudayaan dibandingkan dengan rekan-rekan sejawatnya yang laki-laki. Sebagai akibatnya, teks-teks kebudayaan sebagian besar diproduksi laki-laki dan dijadikan acuan budaya dan seni. Hibah Cipta Media Ekspresi diharapkan menjadi cara pendanaan yang mengerti apa artinya hidup sebagai pencipta perempuan karena, "Karya-karya pikiran dan ekspresi perempuan untuk dianggap dan direkam memerlukan infrastrukturnya sendiri, salah satunya adalah perlunya uang atau dana,” ujarnya. Juri Anggota, Intan Paramaditha, mengemukakan bahwa regenerasi dalam kelompok kesenian di Indonesia dan yang ditokohkan kebanyakan adalah laki-laki. Perempuan dirugikan karena bias gender dan hubungan relasi kuasa yang tidak seimbang, dimana "karya-karya yang muncul, walaupun melibatkan perempuan, sering kali tidak menyuarakan pengalaman perempuan," ujarnya. Sementara Juri Anggota lainnya, Naomi Srikandi, mengemukakan ada banyak peristiwa-peristiwa yang berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia dimana orang-orang yang dikalahkan oleh kekuasaan yang lebih besar seperti; penggusuran, penganiayaan, kekerasan dalam rumah tangga, dan penghinaan. Seniman memiliki tanggung jawab mengangkat hal ini, dan hibah Cipta Media Ekspresi diharapkan dapat mendukung perempuan pemberani yang mampu membaca situasi sekitarnya dan mengangkatnya. Juri Anggota lainnya, Nyak Ina Raseuki (Ubiet) mengharapkan kesenian tradisi dapat ikut serta dan diakses oleh perempuan pelaku kebudayaan dari Indonesia Timur. Jumlah total hibah Cipta Media Ekspresi adalah 3,5 milyar rupiah untuk mendanai kegiatan seni dan budaya yang dapat diselesaikan sebelum 28 Februari 2019. Dana ini dapat digunakan perempuan pemohon hibah untuk membuat, mengkaji, melakukan perjalanan serta menampilkan karya. Perempuan penerima hibah bisa jadi pencipta (penulis, penampil, penyair, pelawak, perupa, penenun/perupa kain, perupa gerabah/keramik, perupa lansekap/taman, penari, pesuara, seniman makanan, dan sebagainya), pengkaji (dari arsip dokumen sejarah) mengenai seni budaya dan sejarah pemikiran/praktik yang dihasilkan oleh perempuan, periset, perancang pameran/pertunjukan, atau penulis tentang karya atau perempuan pelaku seni budaya. Permohonan hibah dapat dilakukan daring via www.ciptamedia.org atau via formulir cetak yang akan dikirimkan ke kantong-kantong seni dan budaya di Indonesia Timur yang sulit jaringan internet. Pendaftaran hibah ditutup tanggal 25 Maret 2018 dan penerima hibah diumumkan pada tanggal 21 April 2018. Pada edisi bulan Januari 2018, screening dan diskusi bulanan Minikino membuka tahun yang baru dengan mepersembahkan program film pendek bertajuk Minikino Film Therapy. Program film pendek ini mengangkat konsep unik memperkenalkan karya film pada fungsinya yang lebih serius daripada sekedar hiburan. Dalam ilmu medis terutama yang berkaitan dengan kesehatan mental, film ternyata juga digunakan sebagai suplemen untuk terapi psikologi. Bahkan sudah banyak buku mulai ditulis. “Film therapy adalah penggunaan film yang dibuat untuk layar lebar atau televisi untuk tujuan terapi”, begitu menurut salah seorang pakar psikologi bernama Gary Solomon, PhD, MPH, MSW, yang juga pengarang buku "The Motion Picture Prescription and Reel Therapy". Namun lebih lanjut, Edo Wulia sebagai programmer film pendek bulan ini juga menekankan bahwa film sebagai refleksi suatu gagasan dan emosi, tentu tidak terbatas hanya memengaruhi penonton saja, namun juga bisa mempengaruhi semua pihak yang terlibat dalam produksi. Bentuk pelatihan produksi film untuk tujuan pembentukan karakter, merangsang kesadaran kerja sama serta membentuk karakter kepemimpinan adalah kegiatan-kegiatan pelatihan yang telah beberapa kali dilakukan Minikino dengan hasil yang memuaskan. Program Minikino Film Therapy menayangkan 5 karya film pendek internasional, masing-masing berjudul: M.E. dengan sutradara Alexandra Hohner dari Inggris, berdurasi 3 menit 10 detik FRIED BARRY, sutradara Ryan Kruger dari Afrika Selatan, durasi 3 menit 32 detik ESTELA, sutradara Hilda Lopes Pontes dari Brazil, durasi 23 menit LITUANIA, sutradara Iker Arce dari Spanyol, durasi 19 menit 59 detik AXIOMA, sutradara Elisa Possenti dari Italia, durasi 15 menit 22 detik Durasi total seluruh tayangan adalah 66 menit, yang seperti biasa akan diakhiri dengan tanya jawab santai yang dimoderasi bersama penonton. Edo Wulia dalam mempersiapkan program ini juga secara khusus menghubungi beberapa pihak, salah satunya adalah ibu Birgit Wolz, Ph.D., MFT, pengarang buku dan juga seorang praktisi psikoterapi berbasis di California, Amerika Serikat. Ibu Birgit Wolz melakukan terapi kejiwaan menggunakan film sebagai medium terapinya. Klip video pendek dari Ibu Birgit akan membuka tayangan program Minikino Film Therapy dengan sebuah pengantar singkat bagaimana film therapy bekerja. Di Denpasar, Minikino juga menghubungi Yohanes K. Herdiyanto, ketua Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) simpul Bali yang bertempat di Rumah Berdaya, jl. Hayam Wuruk, Denpasar. Dalam kesempatan ini Minikino mengundang Yohanes K. Herdiyanto dan KPSI untuk ikut meramaikan acara sekaligus menjadi nara sumber bagi penonton umum yang mungkin penasaran tentang KPSI. Program Minikino Film Therapy akan ditayangkan di 3 tempat pemutaran yang berbeda, jadwal terdekat adalah di Rumah Film Sang Karsa, Buleleng, pada hari Sabtu,13 Januari 2018, kemudian Minihall Irama Indah, Denpasar, Sabtu, 27 Januari 2018, dan juga di Universitas Sanata Dharma ruang Observasi, Fakultas Psikologi di Yogyakarta, Senin, 29 Januari 2018. Semua acara terbuka untuk umum, namun konten tayangan ini mungkin kurang dipahami untuk usia penonton anak-anak. Lebih detail mengenai jadwal, sinopsis film dan acaranya dapat dengan mudah dilihat di situs web http://minikino.org/monthly-screening-jan-2018 Selain sebagai perkenalan awal untuk bidang psikoterapi Cinema Therapy, program film ini tetap mempertahankan unsur hiburannya, karena ditujukan untuk penonton umum dan bahkan yang masih awam. Minikino sebagai organisasi film pendek yang pertama di Indonesia, telah memulai aktifitasnya sejak tahun 2002. Salah satu kegiatan yang dirancang pertama kali pada masa awal adalah Screening & Diksusi Bulanan. Sesuai namanya, kegiatan ini berlanjut secara rutin setiap bulan, terus menerus dilakukan sampai saat ini. Kegiatannya utama dalam mempersiapkan Screening & Diksusi Bulanan mencakup pengkurasian film-film pendek, perencanaan program dan mengurus perijinan penggunaan film. Kemudian mengurus ijin penggunaan tempat acara, serta melakukan publikasi acara. Kerja rutin ini kemudian ditutup dengan pengarsipan. Tentu saja semua ini memerlukan dedikasi tenaga dan pikiran yang tidak sedikit, namun setelah berlangsung berulang kali akhirnya semuanya menjadi semakin terbiasa. Seiring juga dengan berkembangnya pilihan film yang tersedia dan reputasi yang terbangun selama lebih dari 15 tahun. Semua pekerjaan dilakukan dan diatur bersama para relawan yang bekerja secara bergantian di dalam organisasi Minikino dari tahun ke tahun. |
Authorsenidibali is an independent platform that promotes arts, artists, exhibition, art events and art spaces in Bali. Archives
November 2019
Categories |