Tepat pada hari Rabu (31/5/2017) sebuah pameran foto dan ilustrasi dibuka bersamaan dengan soft launching sebuah cafe bernama Tukang Kopi District, di bilangan Tukad Batanghari di Renon, Denpasar.
Rekam Jalan merupakan tajuk pameran yang dipilih untuk membungkus pameran foto dan ilustrasi dari 6 fotografer dan 1 ilustrator. Karya-karya yang ditampilkan dalam pameran ini merupakan karya foto dan ilustrasi yang mengutamakan point of interest di ruang publik. Mulai dari merekam sebuah peristiwa, benda-benda, aktivitas orang, hingga bangunan. Karya fotografi yang ditampilkan menggunakan pendekatan street photography, sementara ilustrasi yang dipamerkan berupa coretan garis yang merekam sebuah scene hasil rekaman memori sang kreator. Dalam pameran Rekam Jalan ini foto-foto yang dipamerkan adalah foto yang diambil ketika sedang plesir, mudik ke kampung halaman, nongkrong, atau foto yang kami ambil diantara rutinitas keseharian. Jalanan banyak menyajikan bahan-bahan mentah yang kaya akan cerita. Salah satu obyek foto dalam genre street photography adalah street performer dan street fashion. Dua hal ini yang ditampilkan dalam karya foto Kass Sudrajat. Dengan menggunakan kamera analog, Kass yang pada saat itu masih menjadi freelance fotografer untuk sebuah majalah lifestyle & travel di Thailand, merekam aktivitas masyarakat di jalanan Bangkok. “His World Upside Down” menangkap moment seorang street performer yang sedang menari. Sementara “Tuk Tuk Driver” memperlihatkan fashion seorang supir tuk-tuk pada saat festival Songkran. Merekam aktivitas di Jalanan buat Ruth Onduko juga sebuah tantangan untuk membaca sebuah kota. Secara visual biasanya ia akan tertarik pada warna, design bangunan dan teks. Dua fotonya Repetition dan Take me away as far as my wallet will allow, keduanya memotret bangunan dengan pengulangan bentuk dan warna. Satu foto lainnya berjudul Full Package, ia menangkap keunikan dari jajaran teks yang juga menceritakan sebuah penanda jaman. Mario Andi Supria yang memang berprofesi sebagai fotografer komersial mempunyai pendekatan menarik dalam karya-karya fotonya. Segala sesuatunya sudah ia cermati dan perhitungkan sebelum mengabadikan moment. Sama halnya, ketika turun ke jalan untuk membuat street photography. Latar, komposisi, jatuhnya bayangan, tone warna sudah sangat diperhitungkan dalam frame fotonya, dan ditambah dengan kecepatan dan ketepatan merekam moment menarik yang tiba-tiba saja bisa muncul di depan mata. Tampak dalam fotonya Melintas Masa Lalu dan Kejarlah Daku (Kau Kutangkap!) Street photography secara mudah dijelaskan sebagai foto-foto yang diambil di ruang publik. Definisi ini yang bagi Stefanus Bayu memberikan kepuasaan dan keleluasaan dalam menjelajahi pasar dan jalanan sebagai ruang publik favoritnya. ”Apa yang diluar kebiasaan itu selalu menarik, aktivitas orang, kostum yang berbeda di tiap tempat. Apalagi kalau baru pertama kali datang ke sebuah tempat, pasar Kuin di Kalimantan misalnya, melihat pasar apung bagi saya sangat menarik untuk difoto. Lalu, dua ibu berkebaya duduk di pantai, aku masukan dalam frame fotoku daun dan pohon sebagai sebuah bentuk estetika”, jelas Bayu ketika menceritakan pengalamannya ketika memotret. Salah satu ruang publik yang juga kerap menjadi lokasi hunting street photography adalah di kereta. Karya Joe Christian yang berjudul Eyes on You misalnya, menunjukan hubungan dialogis antara fotografer dan yang dipotret, sebuah interaksi dan negosiasi diantara orang yang anonim. Kesan lain tampak dari foto Waiting in Vain, foto ini merupakan dialog introspeksi bagi Joe, sebuah self reflection yang mengajarkan dia tentang kesabaran dan pantang menyerah. Sementara Moving Forward bermain dengan komposisi pola, light dan shadow. Pada karya-karya Helmy Mahendra yang merupakan seri foto Colour Space, bahwa warna dapat menciptakan seni luar ruang. Ia memadukan warna warni bangunan dengan benda-benda yang mewakili aktivitas keseharian masyarakatnya, meski tidak tampak satupun orang dalam frame fotonya. Keabsurdan pada fotonya membangun sebuah komposisi visual yang menarik. Selain keenam fotografer, Arzelita Linando sebagai satu-satunya peserta yang membuat karya ilustrasi mengungkapkan bahwa tema Rekam Jalan ini memberi ia ruang kreatif untuk menuangkan imajinasinya akan sebuah peristiwa di jalanan. Karya-karya ilustrasi Arzelita cenderung minimalis dengan mengambil sebagian kecil dari keseluruhan objek, semisal dalam karya Lelah, Diskusi dan Pus. Kesenangannya akan ilustrasi sudah dimulai sejak tahun 2010, ketika ia yang sehari-hari bekerja sebagai editor foto merasakan jenuh akan sebuah proses instan dan kerja digital. Sementara melalui ilustrasi, proses kreatifnya membebaskan tangan dan imajinasinya berkolaborasi. “Kalau aku sebagai illustrator, ada tantangan dalam proses berkaryaku yaitu kecepatan memori, seleksi atas apa yang menarik dan apa yang harus segera aku gambar sebelum momen itu hilang.” Jelas Arzelita. Konteks ini menjadi mirip dengan salah satu pendekatan street photography yaitu decisive moment. Karya-karya dari ketujuh peserta pameran ini dapat dinikmati dari tanggal 31 Mei hingga 30 Juni 2017, di lantai dua Tukang Kopi District - Jl. Tukad Batanghari 66 Denpasar, sebuah coffee shop yang merupakan alternative space bagi komunitas kreatif di Bali untuk memamerkan karya-karyanya. Pameran Foto dan Ilustrasi : REKAM JALAN Pembukaan : Rabu, 31 Mei 2017, jam 19.30 wita Di Tukang Kopi District – Jl. Tukad Batanghari 66, Panjer, Denpasar, Bali Pameran berlangsung hingga 30 Juni 2017. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: [email protected] atau 081239576836
0 Comments
DenPasar is a new program at CushCush Gallery (CCG) that aims to put Denpasar in the art and design mapping in Bali. Conceived as an annual group exhibition at CCG, DenPasar2017 aims to present the aspirations of current creative generation.
In keeping with CCG's goal of actively seeking fresh perspectives, potentially intertwining the different disciplines and contemporary art and design to interact and collaborate, CCG envisions DenPasar2017 would introduce artists and young creatives who are based in Bali to create works that speak of Denpasar. DenPasar’s major theme pays homage to the significant role of the ‘Pasar’ (market) in the development of Denpasar city with its many interesting traditional markets and its diverse characteristics. Every year there will be a specific theme and for this year it is “Bahasa Pasar” or Market Language. DenPasar2017 is going to be held at the end of May through to August 2017, alongside with the Bali Arts Festival (Pesta Kesenian Bali) in Denpasar. In conjunction with the 3 months DenPasar2017 exhibition, CCG invites public to participate in a series of program: meet the artists sessions, workshops and art / design talks, in collaboration with invited artists, designers, and institutions, including KITAPOLENG, Urban Sketchers Bali, Arsip Bali 1928. In conjunction with DenPasar2017 program, CCG also will place DenPasar2017 Art+Design Map at selected places all around Bali, including Denpasar, Seminyak, Canggu, Ubud, and others, to invite travellers to explore and find out the creative side of Denpasar city. Road to DenPasar2017 For DenPasar2017, CCG invited artists and creative communities to understand and respond to “Bahasa Pasar” in the form of 2 dimensional artworks with specified size 60x40cm. Through an open call in January and February 2017, CCG had selected 17 participants from different creative backgrounds. They include architects, dancers, fashion designers, jewelry designers, graphic designers, photographers, street artists, fine artists and many more. To facilitate the 17 participants, CCG held a "Melali Ke Pasar" (journey to the market) event to brief participants in exploring the theme.MELALI KE PASAR was implemented in one day, consisting of 2 parts: DenPasar Talk and DenPasar Walk. DenPasar Talk with invited speakers: Marlowe Bandem and Ayip Budiman. Sharing session with Marlowe Bandem who shared the role of documentation through art and other creative means, which is deeply embedded in Bali’s culture, and Ayip Budiman who discussed the importance of ‘Sense of place and iconography’. After the talk, participants join DenPasar Walk where they go together to a variety of markets in Denpasar using a rented Bemo (local van transportation) to experience and explore markets directly. For program detail, please check updates on Facebook and Instagram. Exhibition opening. Day/date : Friday, 26th May 2017 Time : 6 PM /18.00 WITA Venue : CushCush Gallery, Jl. Teuku Umar Gg. Rajawali no. 1A Denpasar – Bali. RSVP : Indrawati +62 361 242034 [email protected] About CushCush Gallery CushCush Gallery, an addition to CushCush family, is conceived as a platform for creative collaborations in contemporary art + design. It is an alternative gallery that embraces interactions and celebrates multi-disciplinary creativity through explorations of intersections of art, design, materiality, techniques and crafts. CushCush Gallery was opened in 2016 with a solo exhibition of “Crucible”, that was the outcome of CCG creative-in-resident program with Australian designer, academic and educator Ross McLeod. At the same time, “Future Canggu” exhibition was presented by design interns from RMIT (Royal Melbourne Institute of Technology) who responded to a specific site in Canggu, Bali. Working together with LagiLagi initiative, CushCush Gallery co-organised CHARCOAL FOR CHILDREN workshops that involved local and international artists and creative communities to explore drawing charcoal together with children. In ‘MAKE YOUR OWN CHARCOAL’ workshops, the techniques of how to make your own DIY charcoal is shared with participants. In 2017 CushCush Gallery is hosting a year round program of curated exhibitions, residency, workshops and collaborations that focuses on the development of contemporary art + design experiences in Denpasar and Bali, through facilitating exchanges between local and international community of artists and creatives and Bali. For more information:
|
Authorsenidibali is an independent platform that promotes arts, artists, exhibition, art events and art spaces in Bali. Archives
November 2019
Categories |