.
@slinat x @umaseminyak Present: ✖VISIT BALI YEAR ✖ SLINAT SOLO EXHIBITION . ✖OPENING NIGHT 1•JULY•2017, 6PM-10PM✖ MUSICK PERFORMANCE • @mademawut • @gunawarma • MADNESS ON THA BLOCK •KOES MIN . •EXHIBITION DATE 1-17•JULY•2017 . SUPPORTED BY . @isadgallery @balistreetart_official @balebengong @baliartactivity @senidibali @artofwhatever.store @kindmagz @garduhouse @picamagz . Foto by @iputuekapermata Design by @leonardus_lowa MC by @perwirakesuma . #xvisitbaliyearx #slinat #sillyinart #umaseminyak #artofwhatever #artshow #bali #balikuno #slinatsoloexhibition #streetartbali
0 Comments
Selama dua bulan penuh Cush Cush Gallery di Denpasar menggelar sebuah Denpasar2017 Exhibition. Dimana selama dua bulan tersebut selain pameran, CCG juga aktif mengadakan serangkaian program mulai dari diksusi, artist talk dan workshop. Pada Sabtu yang akan datang, CCG dan KITAPOLENG (Jasmine Okubo) berkolaborasi untuk menyelenggarakan sebuah workshop tari kontemporer yang akan melibatkan teman-teman dari Komunitas Tuna Rungu yang tergabung dalam Sanggar Seni Disabilitas Portadin Bali. KUKUSAN PEKEN – workshop tari kontemporer dengan bahasa isyarat bersama KITAPOLENG dan Denpasar Deaf Community akan digelar pada 24 Juni 2017 di CushCush Gallery mulai pukul 4 hingga 6 sore. Workshop ini akan sedikit berbeda dari workshop-workshop tari lainnya karena dalam workshop ini peserta akan menggunakan bahasa isyarat. Workshop ini dibuka untuk umum dan untuk biaya pendaftaran workshop ini berupa donasi seiklasnya dimana dana yang terkumpul akan disumbangkan seluruhnya ke Komunitas Tuna Rungu. Apa sih KITAPOLENG dan KUKUSEN PEKEN itu? KITAPOLENG Komunitas KITAPOLENG yang didirikan oleh Jasmine Okubo dan Dibal Ranuh lahir dari rasa cinta terhadap seni tradisi Bali yang lambat laun memudar karena perkembangan Bali yang begitu pesat. Melalui seni pertunjukkan, komunitas ini berhasil mencuri perhatian orang-orang dengan pertunjukkan perdana mereka Kukusan Paon yang menceritakan tentang peran perempuan Bali. Melalui seni pertunjukan, KitaPoleng berharap untuk mengharumkan nama Bali melalui media seni. Dalam pembukaan pameran DenPasar2017 Exhibition di CCG, KitaPoleng mempertunjukan karya perdana ‘Kukusan Peken’, karya lanjutan dari ‘Kukusan Paon’ yang masih menggambarkan sosok perempuan Bali, dan membuat instalasi yang terinspirasi dari karya tersebut. KUKUSAN PEKEN Kukusan merupakan salah satu perkakas dapur yang digunakan secara tradisional untuk memasak nasi, dimana nasi merupakan kebutuhan pokok orang Indonesia dan beberapa negara di Asia. Sedangkan peken dalam bahasa Bali artinya adalah pasar. Pasar yang direpresentasikan dalam karya ini adalah Pasar Badung sebagai pasar terbesar di Bali. Kukusan tradisional yang berbentuk segitiga memiliki filosofi yang penting. Bentuknya yang segitiga terbalik merupakan simbol rahim perempuan. Ketika kukusan tersebut digunakan untuk memasak nasi, itu adalah simbol penciptaan sebuah bentuk. Dan ketika nasi telah matang, nasi berbentuk segitiga tegak seperti sebuah manara yang mengarah ke atas langit, sebagai simbol kembalinya kita kepada Sang Maha Pencipta. Secara garis besar, kukusan ini seolah bercerita tentang kelahiran dan kematian dalam sebuah lingkaran kehidupan ARTJOG10
Venue Jogja National Museum (JNM) Jalan Prof. Ki Amri Yahya No. 1, Yogyakarta INDONESIAExhibition 20 May - 19 June 2017 Open daily from 10 AM - 10 PM Commision Work by Wedhar Riyadi " The Floating Eyes", and showcased artworks from 59 artists. Special Presentation: Holding the event at historical site of Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) encourages ART|JOG to honor RJ. Katamsi-an artist and one of the founders and the president director of Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), the first fine arts campus in Indonesia,in 1950. ASRI made his statue in 1970, but it was moved to Institut Seni Indonesia (ISI) in 2004. ART|JOG works with the artist Wahyu Santoso to build this 2.5-meter- tall statue made of bronze and it erected at Jogja National Museum. The world premiere of The Heron & the Fish, a new mystical dance-drama by Artist in Residence Evan Silver in collaboration with performers, musicians and designers from across the Indonesian archipelago. Based on the folk tale from Central Java, The Heron & the Fish is now brought to life by a dynamic ensemble of artists. Willy Heramus (Borneo) as the Heron, Anwari (Madura) as the Crab, Sandra Fay (Philippines) as the Narrator, and the children of Batuan village (Bali) as the Fish. Live music will be performed by Budal (Madura) and Sandrayati Fay. The show also features puppets designed by Marmar Herayukti (Bali) and a mask carved by the director (United States). The show is stage managed by Nuy Darmadjaja (Jakarta).
all photos by Gustra Adnyana for Senidibali A new mystical dance-drama by the name of The Heron & the Fish (by artist in Residence Evan Silver) will take to the stage in what has been promised to be a beautiful new twist of theatre on the island. The first show will be held in Teater Beji, Bali Purnati Center for the Arts (17 June, @5.30pm) and also in Wantilan Water Garden, Agung Rai Museum of Art Resort (18 June, @5.30pm).
The Heron & the Fish is a contemporary theatrical adaptation based on the folk tale from Central Java. The story follows a harebrained tyrant who stirs up fraudulent fantasies and age-old resentments against the outliers among us, it’s no mystery why this tale resonates so profoundly across borders. In times like these, it’s more importan than ever to tell stories that help us resist our basest tendencies to give into the fears and resentments that divide and destroy us. The old folk tale will be brought to life by a dynamic ensemble of artists. it stars Anwari (Madura), Willy Heramus (Borneo), Sandrayati Fay (Philippines) and the children of Batuan village (Bali). The show also features puppets designed by Marmar Herayukti (Bali), a mask carved by the director (United States), and live music performed by Agustian Supriatna (Lampung), Rizal Abdulhadi (West Java), and Budali (Madura). The show is stage managed by Nuy Darmadjaja (Jakarta). Evan Silver has been living in Bali for 10 months on a Henry Luce Scholarship with artist residencies at Rumah Sanur Creative Hub and the Bali Purnati Center for the Arts. A recent graduate of Brown University with additional training from Drama Centre London, the Yale School of Drama, and Steppenwolf Theatre Company, his multidisciplinary work explores themes of human constancy and variation across time and place, largely drawing inspiration from folklore and mythology. While in Bali, he has studied traditional Balinese performing arts, including topeng masked dance with I Gusti Ngurah Windia (Carangsari), mask-carving with Ida Bagus Alit (Lodtunduh), and wayang kulit shadow puppetry with I Wayan Wija (Peliatan). His experiences in Indonesia have deeply impacted his creative practice as a theater-maker, and he hopes this transformation will be evident in this new production. The team represents a wide cross-section of Indonesia. The Crab is played by Anwari, a sublimely talented dancer and Founder of the Padepokan Seni Madura Center for the Arts. The Heron is played by Willy Heramus from Pontianak, West Kalimantan. Willy is a former dance student of ISI Yogyakarta and now performs traditional and contemporary dance regularly at the Bali Nusa Dua Theatre. Sandrayati Fay, who is co-writing the music, will play the Narrator. Sandra is a singer-songwriter with Filipino/Irish- American roots raised on the islands of Bali and Java. The Fish will be played by the children of Batuan village in Sukawati, Gianyar. Gifted Balinese puppet and visual artist Marmar Herayukti has been featured in The Jakarta Globe for his work creating eco-friendly ogoh-ogoh puppets in Denpasar. Budali is a traditional gendang percussionist from Madura island, and Agustian Supriatna a renowned bansuri flautist and visual artist based in Ubud. Rizal Abdulhadi is a gifted multi-instrumentalist who has designed and constructed many of his own instruments. Stage manager Nuy Darmadjaja has extensive experience in creative management and journalism, and is also a published poet. Performances will take place in the Wantilan Water Garden at the ARMA Resort (Ubud) as part of their ARMA Cultural xChange Program. There will be special opening Rangda Dance by Gung Tut. Audience members are invited to join for conversation after each performance. These performances are brought to you by Yayasan Bali Purnati, the Agung Rai Museum of Art and Rumah Sanur. For more information please contact: Nuy Darmadjaja | +62 812 94646257 | [email protected] Pentas Monolog "DAMAI" dan "DOR" karya Putu Wijaya oleh Teater Kalangan.
Sabtu, 17 Juni 2017 pukul 20.00 Wita . di Taman Baca Kesiman Jl. Sedap Malam No.234, Sanur Kaja Denpasar Tim., Kota Denpasar, Bali. Dalam rangka Festival Monolog 100 Putu Wijaya, Teater Kalangan mementaskan dua monolog sekaligus. Sesi I memainkan monolog "DAMAI" dengan Aktor / Sutradara : I Gede Manik Sukadana / I Wayan Sumahardika, sementara pada Sesi II memainkan monolog "DOR" dengan Aktor / Sutradara : Santiasa Putu Putra. Festival Monolog Bali 100 Putu Wijaya ini sendiri digelar sepanjang tahun 2017 secara bergiliran di sembilan kabupaten dan kota di Bali. Singaraja, menjadi kota pementasan paling awal. Dan kali ini Denpasar menjadi persinggahan berikutnya bagi pementasan monolog. Festival Monolog ini digelar sebagai bentuk apresiasi terhadap sastrawan dan dramawan Putu Wijaya atas hasil karyanya. Dia adalah sastrawan yang paling banyak menelorkan karya diantara sastrawan lainnya di Indonesia. Sehingga tahun 2016 lalu, Putu Wijaya membukukan hail-hasil karya sastranya dalam sebuah buku 100 Monolog. TEATER KALANGAN merupakan kelompok nirlaba yang bergerak dalam bidang seni pertunjukan. Nama “Kalangan” dipilih berasal dari bahasa Bali yang berarti tempat berkumpul. Didasarkan pada proses kreatif Teater Kalangan sendiri yang cenderung menekankan eksplorasi terhadap ruang-ruang alternatif sebagai objek pertunjukan. Para anggota berkumpul, diskusi, dan merespon ruang, mulai dari benda, tempat, bangunan, waktu, suasana, sampai wilayah sosiokultural masyarakat. Aktor dalam hal ini menjadi titik pertemuan yang menghubungkan sutradara, ruang, teks, dan penonton itu sendiri. Tak ada gaya spesifik yang diusung (tradisi, realis, surealis, absurd, atau apapun). Yang ada hanyalah kemungkinan-kemungkinan yang sekiranya perlu diwujudkan dalam bentuk pertunjukan teater. Selanjutnya, hanya mampu berserah pada interpretasi penonton sendiri. Informasi lebih lengkap mengenai Teater Kalangan dan pementasan dapat menghubungi: Email: [email protected] Website: teaterkalangan.wordpress.com FB: facebook.com/teater.kalangan Instagram: @teaterkalangan Youtube: Teater Kalangan Twitter: @Teater_Kalangan Sekretariat : Jl. A. Yani no. 111 A, Banyuasri, Singaraja, Buleleng, Bali Sebagai bagian dari gerakan DenPasar2017, CCG meluncurkan peta art+desainDenPasar2017 yang pertama pada 10 Juni 2017 di CCG, bersama dengan komunitas seni dan kreatif di Bali. Peta seni + desain DenPasar2017 berfokus pada berbagi informasi tentang tempat-tempat keberadaan kesenian, kreatifitas dan warisan budaya kota Denpasar. Peta gratis ini akan di distribusikan di tempat-tempat terpilih di Bali, untuk mengundang wisatawan lokal dan internasional datang menjelajahi pesona unik Denpasar.
Program DenPasar2017 ini didukung oleh Badan Pariwisata Bali, Badan Kreatif Denpasar (Bekraf) dan Badan Promosi Pariwisata (BPPD) Denpasar. "DenPasar2017 bertujuan untuk mempromosikan kota Denpasar dalam pemetaan seni, desain dan wisata kreatif di pulau Bali, dengan memberikan perspektif artistic dan cerita-cerita menarik yang belum banyak mendapat perhatian, dan mengundang dunia untuk datang dan berkeliling di Denpasar" - CCG Peluncuran peta seni +desain DenPasar2017 diadakan saat ‘Meet The Artists # 1’ di CCG, sebagai bagian dari rangkaian program 3 bulan yang diadakan bersamaan dengan pameran DenPasar2017. Peta seni+ desain DenPasar2017 diresmikan oleh perwakilan dari Bekraf Denpasar Bapak Wayan Sudarta dan Bapak Putu Yuliartha, bersama dengan pendiri CCG Suriawati Qiu dan Jindee Chua, yang disaksikan oleh komunitas seni dan kreatif di Bali. TENTANG DENPASAR2017 DenPasar2017 adalah sebuah program baru di CushCush Gallery (CCG) yang bertujuan untuk menempatkan Denpasar dalam pemetaan rute seni dan desain di Bali. Diciptakan sebagai pameran kelompok tahunan di CushCush Gallery, Denpasar - Bali, pameran ini mengenalkan seniman dan kreatif muda yang berbasis di Bali, dengan karya-karya yang berbicara tentang Denpasar. Melalui open call pada bulan Januari 2017, 17 seniman dan kreatif diseleksi untuk merespon dan menciptakan karya 2 dimensi dengan tema Pasar dan Bahasa Pasar. Seniman terpilih adalah ADHIKA ANNISA NINUS (arsitek, penari, dan artis pertunjukan), DIAN SURI HANDAYANI (perancang perhiasan), MYRA JULIARTI (perancang busana), FARHAN ADITYASMARA (seniman visual dan dosen seni), IGPA MIRAH RAHMAWATI (seniman seni rupa dan dosen seni) , I GEDE JAYA PUTRA (seniman seni rupa), ANDRE YOGA (illustrator dan seniman mural), I PUTU SUHARTAWAN (seniman seni rupa), I WAYAN MARTINO (fotografer),LUGU GUMILAR (barista dan ilustrator),NADJMA ACHMAD (perancang produk dan fotografer), SIDHI VHISATYA (illustrator dan seniman mural), SYAFIUDIN VIFICK (fotografer), TRI HARYOKO ADI (seniman mural), QOMARUZZAMAN ALAMRY (seniman komik), REEVO SAULUS (desainer grafis), dan YOGA WAHYUDI (perancang busana). DenPasar2017 bukan hanya pameran seni; tapijuga merupakan sebuah pergerakan. Selain bertujuan untuk memberi landasan bagi kesenian dan sastra untuk berbicara tentang pasar dan Denpasar sebagai bentuk dokumentasi dan penciptaan citra baru pada tahun 2017, CCG mendambakan DenPasar2017 untuk menjadi awal pemetaan kota Denpasar di dalam seni dan rute perjalanan kreatif di Bali. Untuk menambah lapisan dan memberikan perspektif yang lebih luas dengan tema 'Bahasa Pasar', CCG telah mengundang 4 seniman dan komunitas kreatif yang membawa pasar dan Denpasar sebagai tema utama mereka dalam penciptaan mereka untuk menunjukkan karya mereka, sebagai kolaborasi lebih lanjut untuk pameran DenPasar2017. Mereka adalah Urban Sketchers Bali (komunitas sketsa kreatif), Swoofone (artis street art), KitaPoleng (komunitas pertunjukan seni) dan Masuria Sudjana (fotografer generasi ke-3 yang berbasis di Denpasar). Pameran DenPasar 2017 berlangsung dari tanggal 26 Mei sampai 26 Agustus 2017, bersamaan dengan Pesta Kesenian Bali (PKB) di Denpasar. Selama 3 bulan pameran berlangsung, ada serangkaian program menarik termasuk sesi ‘Meet The Artists’, sebuah workshop tari kontemporer dengan KitaPoleng, Street Art Talk dengan artis ‘street art’ Swoofone, Slinat dan Bombdalove, Design Talk dengan desainer dan arsitek Budiman Ong, Fransiska Prihadi. (Cika) dan Nyoman Miyoga, sketsa workshop dengan Urban Sketchers Bali, presentasi fotografi oleh Masuria Sudjana dan pemutaran Arsip Bali 1928 yang dinarasikan oleh Marlowe Bandem. Program ini terbuka untuk umum dan semua orang dipersilahkan untuk berpartisipasi. Informasi tambahan: Situs web: www.cushcushgallery.com/ccg/denpasar-2017 Informasi umum dan permintaan media: [email protected] Facebook: www.facebook.com/cushcush/ Instagram: https://instagram.com/cushcushgallery/ |
Authorsenidibali is an independent platform that promotes arts, artists, exhibition, art events and art spaces in Bali. Archives
November 2019
Categories |