Mengusung ke-Bhineka Tunggal Ika-an lewat pagelaran seni tari, topeng, lontar, lukis dan fotografi7/24/2017 Bhineka Tunggal Ika merupakan frasa yang berasal dari bahasa Sansekerta dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Kalimat ini merupakan kutipan dari kitab Sutasoma dalam bentuk kakawin karangan Mpu Tantular. Kakawin Sutasoma diturunkan sampai saat ini dalam bentuk naskah tulisan tangan baik dalam bentuk lontar maupun kertas. Semboyan Bhineka Tunggal Ika digunakan untuk sebagai semboyan hidup bangsa Indonesia yang sangat heterogen ini. Namun, situasi dan kondisi negara kita saat ini memperlihatkan bahwa kita mulai melupakan dan memudarkan makna Bhineka Tunggal Ika, dan hanya menganggapnya sebuah filosofi kuno. Berangkat dari keresahan tersebut maka sekelompok perupa mencetuskan sebuah konsep pagelaran dalam kemasan acara Pagelaran Seni “Bhineka Tunggal Ika” dengan mempersembahkan tiga buah pertunjukan tari yang isinya mengangkat kembali nilai-nilai ke-Bhineka Tunggal Ika-an. Ketiga pagelaran tari tersebut yaitu Sutasoma, Sunda Upasunda dan Purwa Sandhi Naya. Pagelaran Seni “Bhineka Tunggal Ika” ini merupakan pagelaran skala internasional yang melibatkan seniman Indonesia dan Mancanegara. Sebuah manifestasi atas kecintaan akan budaya dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dengan visi dan misi memberikan edukasi, entertainment, dan rasa persatuan melalui seni. Selain pagelaran tari juga akan ada pameran karya seni berupa karya Lontar Sutasoma dari I Wayan Mudita Adnyana, 17 topeng karya Cokorda Raka Sedana, Lukisan karya Nyoman Wijaya dan belasan karya fotografi dari 14 fotografer yang merespon ketiga tarian yang akan dipentaskan dan juga merespon tema Bhineka Tunggal Ika.
0 Comments
Citra Sasmita, seorang perupa muda yang namanya mulai mencuat di dunia senirupa Bali dua tahun terakhir kembali menyajikan karya-karya terbarunya yang dikemas dalam pameran tunggal bertajuk Beauty Anatomy. Pameran ini akan dibuka pada Sabtu, 15 Juli 2017 di Laramona Ubud, sebuah restaurant tapas yang artsy dan unik di bilangan Dewi Sita, Ubud. Ada sekitar 15 karya yang dipamerkan, yang semuanya mengangkat persoalan perempuan. Seperti ditulis oleh Dwi S. Wibowo dalam esai singkatnya: "Dalam karya-karya Citra Sasmita, kita dapat melihat bagaimana penjelajahan terhadap tubuh perempuan itu dilakukan melalui luka-luka yang dialami oleh mereka. Penderitaan perempuan dihadirkan sebagai sesuatu yang indah, sekaligus menjadi jalan untuk masuk dan menemui bagaimana benturan antara tubuh dan nilai sosial itu terjadi pada diri perempuan secara utuh." (Simak esai lengkapnya dibawah ini.) Beauty Anatomy: Menjelajah Ke Dalam Tubuh Perempuan
Tubuh perempuan tidak hadir dengan sendirinya, melainkan kerap dihubungkan dengan nilai-nilai yang berasal dari luar dirinya. Seperti nilai sosial, ekonomi, danpolitik yang semuanya dibentuk oleh konvensi masyarakat dengan berbagai kepentingannya. Seringkali, kepentingan-kepentingan tersebut menjadi bias ketika terhubung dengan budaya patriarkis yang justru menekan posisi perempuan di ranah tersebut. Sehingga perempuan tidak bisa berdiri secara mandiri dengan nilai-nilai yang dikehendaki ada dalam dirinya, tetapi justru terpaksa menerima nilai-nilai yang dilekatkan pada tubuhnya dengan berbagai konsekuensi yang ditanggungnya. Lingkaran sosial semestinya menempatkan diri perempuan secara adil dan sesuai dengan kodrat penciptaannya, yaitu pada fungsi maternal dimana perempuan dapat menentukan berbagai aspek yang menopang identifikasi atas dirinya. Namun sayangnya, yang terjadi justru identifikasi atas perempuan tersebut dipersempit hanya pada fungsi reproduksi semata, sehingga di dalam lingkup sosial membuat posisinya menjadi minor di hadapan kultur yang dibentuk secara patriarkis. Padahal, tubuh perempuan memiliki potensi untuk membangun definisi yang paling tepat atas dirinya sendiri, tanpa harus dipaksakan melekat pada nilai-nilai yang dibentuk masyarakat. Kebebasan perempuan untuk memberi tafsir atas dirinya sendiri tidaklah membuatnya lepas secara total dari lingkup sosial keberadaannya, melainkan justru membuatnya mampu menempatkan diri sebagai bagian darinya. Dengan nilai yang dipilih, atau bahkan dibentuknya sendiri, perempuan bisa semakin memahami apa saja yang ada di dalamtubuhnya dan bagaimana memfungsikannya secara tepat. Realitas sosial hari ini, telah menempatkan diri perempuan pada posisi sekunder, sehingga ketika mereka berupaya untuk membebaskan diri dari nilai-nilai yang membelenggunya tersebut, kerap dianggap sebagai pemberontakan dan menimbulkan gesekan sosial. Nilai dan aturan sosial yang telah berlangsung sekian lama, membuat perempuan kesulitan untuk berhadapan dengannya dan menawarkan nilai-nilai baru atas dirinya. Situasi ini termanifestasi melalui sejumlah mahluk asosial yang ditanggung oleh tubuh perempuan, seperti stigma yang melekat atas tubuh, beban moril atas setiap perilakunya, termasuk derita fisik yang juga harus dialaminya dari lingkungan di sekitarnya. Mengembalikan tubuh perempuan pada fungsi kodratinya menjadi jalan untuk membebaskan mereka dari belenggu nilai yang menjerat dan menghimpitnya dalam putaran arus masyarakat. Dalam karya-karya Citra Sasmita, kita dapat melihat bagaimana penjelajahan terhadap tubuh perempuan itu dilakukan melalui luka-luka yang dialami oleh mereka. Penderitaan perempuan dihadirkan sebagai sesuatu yang indah, sekaligus menjadi jalan untuk masuk dan menemui bagaimana benturan antara tubuh dan nilai sosial itu terjadi pada diri perempuan secara utuh. Dwi S. Wibowo, Penulis Seni For a month, a group of Balinese urban artists from Ruang per Ruang will #TAKEOVER all of ROAM space. We are so proud to be able to support these talented young artist to exhibit their unique artistic character all over (literally) our space.
Come and meet all 9 artists with 9 unique art styles on the exhibition opening night. Each artist's artworks express personal perspective on social, culture to humanity. Roam over to find their artworks in our restaurant, yoga deck and even in our kitchen. Artist list: 1. Slinat 2. Gung A. Devantara 3. Made Aswino Aji feat Vastro 4. I Made Suarimbawa Dalbo 5. Ketut Jaya "Kaprus" 6. Myra Juliarti 7. UnkleJoy 8. Yoesoef Ola 9. Yozeffani Awan The exhibition will be held for a month starting on July 15th - August 15th. |
Authorsenidibali is an independent platform that promotes arts, artists, exhibition, art events and art spaces in Bali. Archives
November 2019
Categories |