Selama dua bulan penuh Cush Cush Gallery di Denpasar menggelar sebuah Denpasar2017 Exhibition. Dimana selama dua bulan tersebut selain pameran, CCG juga aktif mengadakan serangkaian program mulai dari diksusi, artist talk dan workshop. Pada Sabtu yang akan datang, CCG dan KITAPOLENG (Jasmine Okubo) berkolaborasi untuk menyelenggarakan sebuah workshop tari kontemporer yang akan melibatkan teman-teman dari Komunitas Tuna Rungu yang tergabung dalam Sanggar Seni Disabilitas Portadin Bali. KUKUSAN PEKEN – workshop tari kontemporer dengan bahasa isyarat bersama KITAPOLENG dan Denpasar Deaf Community akan digelar pada 24 Juni 2017 di CushCush Gallery mulai pukul 4 hingga 6 sore. Workshop ini akan sedikit berbeda dari workshop-workshop tari lainnya karena dalam workshop ini peserta akan menggunakan bahasa isyarat. Workshop ini dibuka untuk umum dan untuk biaya pendaftaran workshop ini berupa donasi seiklasnya dimana dana yang terkumpul akan disumbangkan seluruhnya ke Komunitas Tuna Rungu. Apa sih KITAPOLENG dan KUKUSEN PEKEN itu? KITAPOLENG Komunitas KITAPOLENG yang didirikan oleh Jasmine Okubo dan Dibal Ranuh lahir dari rasa cinta terhadap seni tradisi Bali yang lambat laun memudar karena perkembangan Bali yang begitu pesat. Melalui seni pertunjukkan, komunitas ini berhasil mencuri perhatian orang-orang dengan pertunjukkan perdana mereka Kukusan Paon yang menceritakan tentang peran perempuan Bali. Melalui seni pertunjukan, KitaPoleng berharap untuk mengharumkan nama Bali melalui media seni. Dalam pembukaan pameran DenPasar2017 Exhibition di CCG, KitaPoleng mempertunjukan karya perdana ‘Kukusan Peken’, karya lanjutan dari ‘Kukusan Paon’ yang masih menggambarkan sosok perempuan Bali, dan membuat instalasi yang terinspirasi dari karya tersebut. KUKUSAN PEKEN Kukusan merupakan salah satu perkakas dapur yang digunakan secara tradisional untuk memasak nasi, dimana nasi merupakan kebutuhan pokok orang Indonesia dan beberapa negara di Asia. Sedangkan peken dalam bahasa Bali artinya adalah pasar. Pasar yang direpresentasikan dalam karya ini adalah Pasar Badung sebagai pasar terbesar di Bali. Kukusan tradisional yang berbentuk segitiga memiliki filosofi yang penting. Bentuknya yang segitiga terbalik merupakan simbol rahim perempuan. Ketika kukusan tersebut digunakan untuk memasak nasi, itu adalah simbol penciptaan sebuah bentuk. Dan ketika nasi telah matang, nasi berbentuk segitiga tegak seperti sebuah manara yang mengarah ke atas langit, sebagai simbol kembalinya kita kepada Sang Maha Pencipta. Secara garis besar, kukusan ini seolah bercerita tentang kelahiran dan kematian dalam sebuah lingkaran kehidupan
1 Comment
1/8/2019 12:57:17 am
Widddih meriah banget kayanya nih acara, sayang sudah terlewat eung eventnya
Reply
Leave a Reply. |
Authorsenidibali is an independent platform that promotes arts, artists, exhibition, art events and art spaces in Bali. Archives
November 2019
Categories |